Tidak ada tanda-tanda dunia saat Ramadhan di Madinah
Belum pernah ke Madinah sih. Tapi
beruntung dan bahagia sekali rasanya diberi kesempatan mendengarkan tausiah
dari seorang Ustadz yang pernah tinggal di Madinah dan beliau menceritakan pengalamannya
saat ramadhan di sana.
Saat subuh semua orang berbondong-bondong
berangkat ke mesjid menunaikan sholat subuh. Setelah itu mereka tidak langsung
pulang kerumah lantas menyambung tidur yang tertunda. Tapi mereka mengaji,
tadarus hingga tiba waktu dhuha. Kemudian mereka sholat dhuha dan setelah dhuha
barulah pulang kerumah untuk istirahat.
Mendekati waktu dzuhur, masyarakat
madinah bangun dari istirahatnya, kemudian mengaji lagi sembari menunggu
masuknya waktu dzuhur. Setelah masuk waktu, mereka sholat dan tidak lupa
ditambah dengan rawatib. Saat siang hari mereka tidak disibukkan dengan dunia. Tidak ada tanda-tanda dunia saat Ramadhan
di Madinah. Maksudnya, mungkin disini dinegara kita, masyarakat pada sibuk siang
hari belanja yang (katanya) untuk persiapan menyambut lebaran. Persiapan apa sih? Persiapan tu yaa ibadah bukan lain-lain. Hehee. Tapi tidak di Madinah.
Siang nya setelah menunaikan sholat dzuhur, masyarakat Madinah mengaji lagi.
Dan menjelang sore, barulah mereka memasak untuk berbuka.
Yang unik dan menyentuh adalah orang-orang
di Madinah SETIAP HARI booking tempat
di mesjid-mesjid dari satu tonggak ke tonggak lain. Mereka meletakkan takjil
dan makanan untuk berbuka di sepanjang tempat yang mereka booking tadi. Jadi mereka memasak tidak semata-mata untuk disantap
sendiri, tapi juga untuk orang lain. Bukan!! Bukan untuk dijual. Tapi untuk
dibagikan secara gratis. Masya Allah! Maka setiap hari mereka mendapat pahala
orang yang berpuasa karena Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang memberi
makan orang berbuka puasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa,
tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun” (HR.Tirmidzi).
Bayangkan berapa panjang tonggak mesjid-mesjid di madinah. Berapa meter? Lalu,
berapa banyak makanan yang bisa mereka letakkan dan bagikan disana? Belasan?
Puluhan? Atau ratusan? Dan itu pun GRATIS, tanpa harus kumpulkan poin atau
bagikan stiker terlebih dahulu! Coba hitung dalam satu hari saja, entah berapa
pahala orang berpuasa yang di dapat oleh orang-orang Madinah? Dan mereka
melakukannya SETIAP HARI selama bulan Ramadhan. Bikin iri dan luar biasa
bukan?!
Kemudian saat masuk waktu magrib,
mereka sholat. Tidak seperti di kebanyakan negara, tidak ada tausiah atau ceramah
ramadhan setelah sholat Isa di Madinah. Jadi setelah sholat Isa langsung
disambung dengan tarawih. Tak tanggung-tanggung! Sholatnya 20 rakaat ditambah
dengan witir. Bacaan suratnya pun tidak sedikit. Rakaat pertama bisa jadi surat
yang dibaca adalah surat Al-baqarah. Rakaat kedua Ali-Imran dan rakaat ketiga
lain lagi. Begitu seterusnya. Kita saja yang delapan rakaat kadang mengeluh.
Padahal bacaan imam juga tidak sampai satu surat, iya kan? Lalu, kadang mereka
berhenti setelah selesai sholat tarawih. Berhenti untuk istirahat setelah
sholat 20 rakaat tanpa jeda. Tidur. Kemudian tengah malam bangun lagi untuk
melaksanakan sholat witir bersama imam. Ditambah juga dengan tahajud.
Di sepuluh malam terakhir, rumah-rumah
di Madinah kosong. Mereka semua mengungsi, berimigrasi ke mesjid. Yang
laki-laki, para Ayah membawa bantal dan perlengkapan, membimbing anak-anaknya
ke mesjid. Mereka bersama keluarga mencari malam Lailatul Qadr. Setiap malam
mereka sholat tarawih 20 rakaat, witir 3 rakaat dan tahajud. Setelah itu mereka
tidak tidur, tapi mengaji. Sebagian ada yang melanjutkan tidur setelah mengaji,
sebagian lagi tidak. Terus mengaji hingga subuh. Begitu seterusnya hingga
berakhir ramadhan.
Jadi, benar-benar tidak ada
tanda-tanda dunia saat Ramadhan di Madinah. Mereka full menjadikan bulan
Ramadhan sebagai bulan akhiratnya. Mereka menabung pahala dari mana saja. Mendedikasikan
diri untuk kepentingan akhirat. Dari ibadah sholat, mengaji, infak, hingga
memberikan takjil atau makanan secara gratis untuk berbuka. Masyarakat Madinah
tidak menyibukkan diri dengan hal remeh temeh seperti persiapan lebaran (membuat
kue atau membeli baju lebaran), ngabuburit dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat, atau menghabiskan waktu menonton film (yang katanya) Islami di
televisi. Selama ini saya mencari, apa sebenarnya esensi atau hakikat bulan
Ramadhan? Katanya saat ramadhan berakhir, semua orang kembali fitrah, suci,
tapi bagaimana? Inilah jawabannya! Seperti masyarakat madinah yang benar-benar menjadikan
bulan ramadhan sebagai bulan akhirat, bulan nya Al-qur'an mereka. Mereka puasa bukan sembarang
puasa. Tidak diribetkan lagi dengan hal-hal yang mengurangi pahala puasa. Tapi
mereka belomba-lomba dalam kebaikan, mencuri pahala. Berebut! Sesak! Dan mereka
merasa “lega” dan “gembira” saat lebaran datang karena mereka telah menabung
sebanyak mungkin saat Ramadhan. Mereka kembali dalam keadaan suci.
Lantas bagaimana dengan kita? Bangga
dengan baju baru yang dipamerkan saat lebaran? Merasa suci dengan hal begituan?
Tidak ada apa-apanya dengan mereka di Madinah! Kita tidak harus sholat 20
rakaat kemudian memaksakan diri tidak tidur-tidur hingga sakit demi meniru
orang-orang di Madinah. Tidak! Tapi berusahalah semampu kita. Ingat! Ada upaya
walaupun itu berarti memaksakan diri kemudian diledek sok alim. Memang harus
begitu! Jika ada yang bilang sok alim, ahh! lupakan saja. Anjing menggonggong,
kafilah berlalu!. Mana tau kan, setelah ramadhan ada efeknya. Meskipun mungkin
hanya 5% dari apa yang kita lakukan saat bulan Ramadhan. At least, lebih baik dari sebelumnya kan?? Jika punya harta lebih,
perbanyaklah berinfak. Jika punya uang beasiswa atau tabungan lebih atau hasil
lomba bagi siswa/mahasiswa, bersihkanlah sedikit dengan berbagi. Jika punya
makanan lebih, bagikanlah secara free
untuk orang yang berpuasa. Atau jika jualan takjil, jangan lupa lebihkan juga untuk dibagikan secara gratis
untuk orang yang berpuasa. Gak bakal rugi kok!
10 days’ remaining. Yuk
menabung! ^^
Comments
Post a Comment
Thank you for your comments ...