Reflection (part 1)


Hal yang paling menyakitkan dan menyedihkan selama menjalani master adalah ketika buku-buku yang sudah di pinjam jauh sebelum deadline serta jurnal-jurnal yang sudah di download pada akhirnya tidak terbaca dan tidak jadi dipakai untuk referensi tugas.

Kenapa? Bad time management, tidak stick to the schedule and target, ide yang tidak clear, kebanyakan berpikir dan tidak mulai2 menulis, terlalu fokus pada satu tugas sehingga tugas lain terbengkalai. Konsekuensinya, I did what I term as the "academic suicide"; mengerjakan literature review 2 hari sebelum deadline. I was so depressed because 2 days is not enough to read and write and analyse. Pada akhirnya, nulis seadanya sambil ngusap-ngusap dada karena sakit. Nulis sambil nangis, literally. Setiap dua atau tiga jam dada sakit trus nangis lagi, trus berhenti dan kejadiannya berulang, mungkin sekitar 5-7 hari begitu hingga mata bengkak dan ga bisa tidur sama sekali selama 2 hari.

Susah sekali rasanya "menerima" keadaan dimana kamu have the resources, you know what to do and need to read like a loooot, but the time is not enough. Hingga pada akhirnya, karena sudah terjadi, hanya bisa pasrah dan menyerahkannya semua to Allah. I was also prepared for the worst case, that is failed or getting a very low score. I tried to be calm and approving the fact that I was wrong and would probably get a bad score. But yes! It needed days to be at the state of "surrender" to the God.

Hingga akhirmya menenangkan diri and said to oneself: "Kan kalo gagal masih bisa ngulang. You have to be thankful Ni! Ini perkara dunia, kamu masih punya kesempatan utk ngulang". Trus, tetiba nyeletuk, "coba perkara akhirat kamu ga bisa ngulang!". At that moment, tiba-tiba tersadar dan merasa tertampar. => "Kamu sudah diberi waktu dan sumber referensi berupa buku-buku dan jurnal-jurnal untuk mengerjakan tugas Ni. Jika kamu lalai dan gagal, kamu bersyukur masih bisa mengulang. Bisa jadi ini adalah teguran lembut dari Allah. Coba kalo perkara akhirat, kamu juga sudah diberi waktu untuk hidup beribadah dan sumber referensi berupa Al-qur'an dan kitab-kitab lainnya untuk persiapan kehidupan selanjutnya, jika lalai dan gagal tidak memanfaatkan hal ini sebaik-baiknya, kamu tidak bisa ngulang, tidak bisa kembali lagi ke dunia setelah mati." Ini lebih menyakitkan dan menyedihkan lagi!.

I had no idea how can I relate that incident to the "afterlife" and I don't know either if the analogy is acceptable. What I realised at that time was, probably God wants to remind me about many things. Mungkin saja tanpa sadar, I was not in the right "direction", ada lalai yang tak sengaja dianggap biasa, mungkin saja ada hati juga yang bisa jadi iri dengan teman-teman seperjuangan yang selalu lebih dahulu menyelesaikan tugas, atau hati yang terlalu ambisius demi dunia belaka, dan lain-lainnya.

Jauh sebelum lulus beasiswa hingga pada akhirmya lolos dan berangkat, I prayed to the God with hope that my journey will not merely be an academic journey but steps to hundreds of learning. Dan benar saja! Bisa jadi kejadian itu adalah cara Allah mengabulkan doa, dimana banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Hingga pada akhirnya sekarang, I am more relaxed to write the assignments, and less worried if my friends have finished earlier; for we have a different timeline, and more capable of being happy with every single thing God has destined for me. Pada akhirnya, jika mengingat kejadian itu jadi senyum-senyum sendiri. Allah is so and very very kind! Lewat kejadian itu Allah menegur agar lebih memanfaatkan waktu dan sumber sebaik-baiknya, agar tak terlalu ambi dengan dunia, agar lebih mampu menerima hal kecil yang pahit sekalipun dengan lebih ikhlas, and many more. It was a turning point for me!

Comments

Popular Posts